Rabu, 24 Juni 2009

Bhaisajyaraja Saha Bhaisajyasamudgata Bodhisattva Dhyana Sutra

BHAISAJYARAJA SAHA
BHAISAJYASAMUDGATA BODHISATTVA
DHYANA SUTRA







Sutra (Kitab Suci) tentang tata-cara meditasi
perenungan terhadap gambaran/citra dari Bodhisattva
Bhaisajyaraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata


Di terjemahkan secara bebas oleh : Upa. Arya Rasmiprabhamegha
Editor tata bahasa : Trisno Herman Dinijanto
Edisi : Medio 2001





























BHAISAJYARAJA SAHA
BHASAJYASAMUDGATA BODHISATTVA
DHYANA SUTRA

(Sutra tentang tatacara meditasi perenungan terhadap gambaran/citra dari
Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata)



Demikian yang kudengar:

Pada suatu ketika Sang Buddha Sakyamuni sedang berada di Vihara Utpala Puskarini (Vihara Kolam Teratai Hijau) yang terletak di taman Markatavanam (Taman Hutan Kera) di wilayah Kerajaan Suku Vaisali. Di vihara tersebut juga terdapat 1.250 bhiksu agung yang di pimpin oleh bhiksu sesepuh seperti Mahakasyapa, Sariputra, Mahamaudgalyayana, Mahakatyayana, dll. Hadir pula para tamu pada pesamuan dharma tersebut, diantaranya ada sepuluh ribu Bodhisattva, seperti Bodhisattva Subahu, Sughosa, Parasantaghosa, Ratnasri, Manjusri, Maitreya, dsb. Juga hadir bodhisattva bodhisattva yang berasal dari sepuluh penjuru semesta dengan jumlah sekitar sepuluh koti diantaranya ada Bodhisattva Bhadrasri, Dhanasri, Avalokitesvara, Mahasthamaprapta, Bhaisajyaraja, Bhaisajyasamudgata, Samantabadra, Bhadrapala, Brahmadeva, Brahmadhvaja. Hadir pula sekelompok orang suku Vaisali bersama sesepuh-sesepuhnya seperti Sang Grhapati Candravitana, Grhapati Putra ratnakuta dsb. Kehadiran mereka semua tak lain adalah untuk mendengarkan dharma sejati yang akan di khotbahkan oleh Sang Buddha yang telah mereka nanti-nanti dengar antusias dan penuh khidmat.


Pada saat itu Sang Buddha tengah melakukan Samadhi yang bernama Samantaprabha, dari tubuh beliau terpancar sinar yang beraneka warna yang menerangi pepohonan yang berada di taman Markatavanam dimana vihara tersebut berada. Sinar yang beraneka warna tersebut terpantul dari pepohonan sehingga seolah-olah pohon-pohon tersebutlah yang memancarkan warna yang berasal dari tujuh macam mustika secara bergantian sehingga menciptakan pemandangan yang luar biasa indahnya. Kemudian sinar-sinar tersebut secara perlahan naik ke langit dan perlahan-lahan membentuk payung raksasa (Saptaratna-Chatra) yang menaungi seluruh taman tersebut. Berkat sinar ajaib dari payung tersebut maka tampaklah segala makhluk hidup kasat mata yang berada di bawah payung ajaib tersebut. Pada saat itu, di tengah perasaan kagumnya atas kejadian tersebut, Sang Grahapatiputra Ratnakuta bangkit dari tempat duduknya lalu melangkah ke tempat Arya Ananda dan melontarkan pertanyaan :

Oh, Bhadanta yang mulia, Sang Bhagawan saat ini sedang memasuki Samadhi yang dalam, hal ini terlihat dari kejadian yang kita saksikan bersama, apakah Beliau memang akan mengkhotbahkan dharma sejati? Ataukah Beliau akan menyampaikan pesan penting kepada kita semua? Kami mohon agar Sang Bhadanta memanfaatkan kesempatan langka ini dan sudi memintakan kepada Sang Bhagawan agar beliau berkenan menjelaskan peristiwa agung ini kepada hadirin sekalian.”

“Oh, Grhapatiputra yang baik, karena Sang Bhagawan sedang dalam tahapan Samadhi yang dalam , maka saya tak berani membangunkan Beliau. Harap anda bersabar dahulu!” demikian Ananda menjawab.

Tiba-tiba Sang Buddha dengan sendirinya bangun dari samadhinya, perlahan-lahan ia membuka kedua matanya dan dari mata Beliau terpancar sinar yang menyinari ubun-ubun dari Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata dan sinar ini membuat badan kedua bodhisattva tersebut memjadi bersinar terang bagaikan Gunung Vajra. Seketika itu pula para buddha yang berada di sepuluh penjuru semesta menampakkan diri di dalam ‘gunung cahaya’ tersebut, dari badan para buddha tersebut juga terpancar sinar dan sinar tersebut menyinari ubun-ubun dari para bodhisattva lainnya, juga kepada para hadirin di pesamuan dharma, serta makhluk lain yang telah memiliki kemampuan Surangama Samadhi Nirdesa yang datang dari sepuluh penjuru semesta.

Pada waktu itu serta merta bunga teratai putih bermekaran di kolam-kolam yang berada di taman tersebut, bunga teratai tersebut sangat ajaib karena dapat berubah warna hingga ratusan kombinasi warna. Di atas tiap bunga teratai tersebut muncul gambaran Buddha (Buddha Nirmita) dalam posisi duduk bersamadhi. Dari kedua mata tiap-tiap gambaran buddha tersebut terpancar sinar terang yang menyinari ubun-ubun Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata serta bodhisattva-bodhisattva lainnya.

Tak berapa lama kemudian Sang Buddha mengakhiri samadhinya, mukanya berseri-seri dan dari mulutnya terpancar lima macam warna cahaya yang indah sehingga menambah keelokan wajah Sang Bhagawan. Kemudian Sang Grhapatiputra Ratnakuta kembali bangkit dari tempat duduknya, merapikan jubahnya, kemudian sambil ber-anjali, berjalan mengelilingi Sang Bhagawan dari kanan ke kiri sebanyak tujuh kali dengan muka tetap menghadap Sang Bhagawan sebagai ungkapan rasa hormatnya, lalu ia memohon:

“Oh, Bhagawan yang mulia, sungguh menakjubkan sinar yang terpancar dari Sang Tathagata. Begitu agungnya hingga para Buddha dan Bodhisattva di sepuluh penjuru semesta pun merasa gembira serta datang dan berkumpul bersama di pesamuan dharma ini. Kini dengan tulus hati aku memohon agar Sang Bhagawan sudi kiranya memberikan penjelasan kepada kami atas kejadian luar biasa yang terjadi di tempat ini!”

“Apakah yang sebenarnya ingin anda ketahui, Oh Ratnakuta yang bijak, silakan tanyakan saja maka aku akan menjelaskannya!” Jawab Sang Buddha.

“Oh Bhagawan yang mulia, mengapa sinar yang terpencar dari kedua mata sang Bhagawan menyinari ubun-ubun dari bodhisattva bhaisajyaraja dan bodhisattva bhaisajyasamudgata? Bahkan para Buddha dari sepuluh penjuru semesta pun ikut menyinari kedua bodhisattva tersebut sehingga tubuh Beliau menjadi berkilau indah sekali bagaikan Gunung Vajra (Gunung Mustika) ?”

“Oh Bhagawan, kejadian luar biasa ini sungguh sangat membuat kami kagum sehingga kami yakin jika Sang Bhagawan memang hendak menganugerahi kedua bodhisattva tersebut dengan pahala yang agung. Oh Bhagawan, apabila Sang Bhagawan telah ber-parinirvarna (meninggal dunia) dan apabila masa saddharma (masa kejayaan dharma) telah habis, jika terdapat umat berbakti yang berkesempatan baik dapat mengenal nama kedua bodhisattva tersebut serta mengingat dan menyebut nama kedua bodhisattva tersebut dengan tekun dan tulus hati, pahala apakah kiranya yang diperoleh umat beberbakti tersebut?”

Lagi, Oh Sang Bhagawan, jika ada umat berbakti yang ingin menghilangkan karma buruk dan nasib sial yang ia miliki, lalu dengan sungguh-sungguh ingin melakukan dhayana (meditasi perenungan) terhadap rupa/wujud dari kedua bodhisattva tersebut, tatacara seperti apa yang seharusnya ia tempuh?”

Kemudian Sang Buddha menjawab, “Dengarkanlah baik-baik dan renungkanlah dalam-dalam, Aku akan segera menerangkan hal-hal yang anda pertanyakan.”

Seketika itu tiba-tiba sekitar 500 orang dari rombongan Grhapatiputra dengan serentak berdiri dan bersujud dengan khidmat kepada Sang Buddha, lalu menaburi bunga Utpala kearah Sang Buddha sebagai tanda penghormatan dan wujud tekad untuk menekuni apa yang akan diajarkan oleh Sang Buddha.

Tidak hanya ke-500 orang tersebut, seluruh peserta pesamuan yang hadir divihara itu pun merasa gembira atas bersedianya Sang Buddha untuk menyampaikan Khotbahnya, lalu mereka pun dengan serentak menyampaikan rasa terimakasihnya kepada Sang Ratnakuta : “Sadhu! Sadhu! oh, Grhapatiputra Ratnakuta yang bijak! Jasamu sungguh besar, dengan perasaan belas kasihan dan cinta kasih anda telah mewakili para umat yang akan menghadapi masa sulit di masa yang akan datang, yang tidak ingin terjerumus oeh kekeruhan suasana dan ingin mencapai kemuliaan".

Seusai mengucapkan kata-kata penghormatan tersebut suasana vihara kembali hening dan khidmat, lalu Sang Buddha memulai khotbahnya.

“Oh, Ratnakuta yang bijak! Di masa yang akan datang yang penuh dengan kekeruhan suasana, memanglah sangat sulit untuk menemukan dharma yang sejati, apalagi memperoleh kesempatan mengenal nama Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata. Hanya umat yang telah memiliki lima macam Nidanam saja yang berkesempatan mengenal namanya, lalu memuja dan memuliakan nama Beliau. Lalu, apakah kelima Nidana itu? Kelima Nidana itu adalah :
  1. Memiliki dan mengembangkan perasaan cintakasih dan belaskasihan kepada semua makhluk. Tidak melakukan pembunuhan makhluk hidup serta tekun dan disiplin menjalankan sila.
  2. Mentaati nasehat orang tua dan menjalankan Dasa Kusala (Sepuluh Perbuatan Baik) dengan tekun dan seksama.
  3. Menjaga pikiran dan batin agar selalu dalam keadaan tenang, tentram, dan terkendali.
  4. Menyakini sepenuh hati terhadap sutra-sutra agama Buddha.
  5. Meyakini sepenuh hati terhadap buddha dharma dan meningkatkan terus keimanan dan pengetahuan tentang dharma, bagaikan arus air yang terus mengalir tanpa henti.

“Oh, Ratnakuta yang bijak! Bagi siapa saja yang memiliki Lima Nidana ini, di zaman/masa apapun ia terlahir, ia akan tetap berkesempatan untuk mengenal nama kedua Bodhisattva tersebut, sekaligus berkesempatan pula mengenal para buddha dan bodhisattva lainnya yang ada di sepuluh penjuru semesta. Selain itu ia juga akan berkesempatan untuk mengenal dan belajar dharma yang sejati, mengenal sutra-sutra agung agama Buddha, serta terbebas dari kesengsaraan. Keyakinan terhadap buddha dharma pun tak akan pernah luntur”.

“ Apabila umat tersebut bertekad untuk mengingat dan memuja nama kedua bodhisattva tersebut secara tekun dan sungguh-sungguh, maka umat tadi akan terberkati dengan kemuliaan yang dimiliki oleh kedua bodhisattva tersebut, dengan demikian maka sang umat tersebut tidak akan pernah terjerumus kedalam alam Neraka, Setan, Binatang, atau alam rendah lainnya sepanjang 500 asamkhyakalpa lamanya".

Setelah Sang Buddha selesai memberikan penjelasan awal tersebut lalu Sang Bodhisattva Bhaisajyaraja membacakan mantra miliknya untuk pertama kali kepada para hadirin, mantra ini diberi nama “Bhaisajyaraja Dharani” yang berbunyi sebagai berikiut:

Tadyatha : Amukha, maha mukha, Cole, Maha cole, Thace, Maha Thace, Sanguli, Maha Sanguli, Ummati, Maha ummati, Thace-thace, Maha Thace, Tuti-tuti, Maha Tuti, Ayus-ayus, Maha Ayus, Rucaka, Maha Rucaka, Dhace-dhace, Maha Dhace, Tatu-tatu, Maha tatu. Karunika. Tasyarasaha . Acuku-acuku, Matangi. Patenci. Cati. Carurati. Buddhacari. Karunika. Svaha.

Seusai membacakan mantra tersebut kemudian bodhisattva bhaisajyaraja menjelaskan manfaat dari mantra tersebut kepada Sang Buddha agar dapat didengar pula oleh para hadirin.

“Oh, Sang Bhagawan yang mulia, mantra penting ini sebenarnya telah diajarkan berulangkali oleh 80 koti buddha dimasa yang lampau dan kini diajarkan pula pada masa Sang Buddha Sakyamuni, demikian pula akan diajarkan lagi oleh para buddha pada periode Badhrakalpa kepada para umatnya. Oh , Sang Bhagawan, jika Sang Bhagawan telah ber-parinirvana dan ada bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika, serta umat lainnya yang bertekad dan bersungguh-sungguh untuk dengan tekun dan rajin membaca mantra tersebut maka segala rintangan akibat karma buruk , serta Klesa yang membuat kacau batin dan pikirannya, akan musnah secara tuntas. Bahkan pada saatnya nanti mereka akan berkesempatan untuk melihat gambaran buddha (buddha rupang) dalam samadhinya. Jalan mereka menuju pencapaian Anuttara Sammasambodhi akan menjadi semakin mulus, kehidupan akan menjadi aman dan tentram. Tidak ada Yaksa, Putana, Raksasa, Kumbhanda, Krtya Pisaca, Sarvasattvojohari, serta makhluk rendah lainnya yang berani mengganggu kehidupannya. JIka sang umat tersebut meninggal dunia maka akan tampak dihadapannya para Buddha dari sepuluh penjuru semesta dan ia pun bebas memilih untuk dilahirkan kembali ke salah satu Negeri Buddha sesuai pilihannya.”

Kemudian Sang Buddha menyampaikan pujian kepada Bodhisattva Bhaisajyaraja : “Sadhu!, Sadhu! Oh Putera berbudi! Benar, mantra penting ini memang diajarkan oleh para buddha dari tiga masa (Tryadhvikabuddha), aku pun senang dengan disampaikannya mantra ini kepada seluruh umat.”

Lalu Sang Bodhisattva Bhaisajyasamudgata yang berada di tengah-tengah hadirin pun membacakan mantra miliknya untuk pertama kalinya, yang berbunyi sebagai berikut :

Tadyatha : Nandamu, Bubu-tibu, Rubuku-rubuku, Karunika, Lomu-lomu, Karunika. Bhaiti-bhaiti, Karunika. Abhitita. Abiantha-abiantha, Karunika. Sancara. Svaha.

Seusai membacakan mantra tersebut kemudian Bodhisattva Bhaisajyasamudgata menjelaskan manfaat dari mantra tersebut kepada Sang Buddha agar dapat didengar pula oleh para hadirin.

Oh, Sang Bhagawan yang mulia, mantra yang baru saja saya bacakan bernama “Abicaraniklesa dan Abhiseka Dharani"Mantra penting ini juga telah diajarkan oleh para buddha ditiga masa (Trydhvaikabuddha). Jika terdapat para bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika, serta para umat lainnya yang bertekad dan bersungguh-sungguh untuk dengan rajin dan tekun membaca mantra tersebut, maka ia akan memperoleh Sepuluh Kebaikan, yakni


  1. Atas keluhuran mantra ini maka dosa berat seperti dosa pembunuhan yang berasal dari kehidupan yang lampau akan terhapus tuntas dan sejak itu pula hasrat membunuhnya pun akan lenyap.
  2. Nama buruk yang diakibatkan karena melakukan pelanggaran Sila akan terpulihkan kembali.
  3. Tidak mudah terperdaya oleh manusia ataupun makhluk non manusia yang berniat jahat.
  4. Memiliki kemampuan untuk mengingat kembali dharma yang telah ia pelajari bagaikan ingatan fotografik yang dimiliki oleh Yang Arya Ananda.
  5. Diperhatikan dan dilindungi oleh Raja Sakradevendra, Raja Brahma dan para dewa lainnya.
  6. Diperlakukan secara terpuji terhormat oleh para pejabat.
  7. Tak akan terhasut oleh guru-guru beraliran sesat.
  8. Senang melakukan Samadhi dan menghindari kesenangan duniawi yang menyesatkan.
  9. Dilindungi oleh para Buddha dan Bodhisattva dari sepuluh penjuru semesta serta berkesempatan untuk mendiskusikan dharma dengan para Sravaka.
  10. Pada saat meninggal dunia akan tampak dihadapan para buddha dari sepuluh penjuru semesta yang menyinarinya dengan cahaya keemasan sambil menyampaikan wejangan dharma dan ia pun akhirnya bebas untuk memilih dilahirkan kembali di salah satu Negeri Buddha pilihannya.”

Setelah selesai menyampaikan hal tersebut kemudian bodhisattva bhaisajyasamudgata bersujud khidmat hingga menyentuh kaki sang Buddha lalu bangkit dan berdiri disebelah-Nya sebagai tanda penghormatan. Lalu Sang Buddha pun menyampaikan pujian kepada Bodhisattva Bhaisajyasamudgata.

“Sadhu! Sadhu! Putera berbudi! Sungguh baik mantra yang kau bacakan, manfaatnya pun tak kalah dengan mantra milik bodhisattva bhaisajyasaraja tadi. Benar, kedua mantra tersebut memang diajarkan oleh para Buddha di tiga masa yang tersebar di sepuluh penjuru semesta. Aku pun senang dengan disampaikannya mantra ini kepada seluruh umat.”


Kemudian kedua Bodhisattva melepaskan kalung keyura (mutiara) yang mereka kenakan lalu di persembahkan kepada Sang Buddha dengan cara menaburkannya ke arah Sang Buddha. Dengan ajaibnya persembahan mutiara dari Sang Bhaisajyaraja terkumpul dengan sendirinya tertumpuk membentuk Gunung Semeru diatas pundak sebelah kanan Sang Buddha, sedangkan mutiara dari Sang Bodhisattva Bhaisajyasamudgata di sebelah kiri. Di atas puncak gunung tersebut tampak ribuan koti istana Raja Brahma yang demikian megah dengan para raja yang sedang bersikap anjali berdiri penuh hormat di dalam istananya.

Di atas istana-istana tersebut bermekaran bunga-bunga teratai mustika yang menyatu hingga tampak bagaikan Mutiara Mani Raksasa yang menutupi tiga ribu maharibu sistim dunia. Tak selang seberapa lama teratai-teratai tersebut berpencar dan bergerak menyusuri tembok istana menuju kebawah lalu bersatu kembali di halaman istana membentuk Bunga-bunga Emas Raksasa dengan kelopak bunga yang berjumlah ribuan banyaknya. Setelah bunga-bunga tersebut terbentuk lalu berdatanganlah para buddha dari sepuluh penjuru semesta dan satu per satu duduk di atas Bunga Emas tersebut.

Di antara Buddha yang datang dari penjuru Timur adalah Buddha Merupradipa, dari penjuru Tenggara Buddha Ratnagarbhavyuha, dari Selatan adalah Buddha Candanamaniprabha, dari Barat daya adalah Buddha Suvarnasagarasvara, dari Barat adalah Buddha Mahakarunaprabha, dari Barat laut adalah Buddha Utpalavira, dari Utara adalah Buddha Padmasmasruvyuharaja, dari Timur laut adalah Buddha Vajrasamhatasvararaja, dari penjuru Atas adalah Buddha Abibhucandraraja, dan dari penjuru Bawah adalah Buddha Candrasuryaprabharaja. Kemudian para buddha tersebut dengan serentak menyampaikan pujian kepada Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata.

“Oh, Bodhisattva yang mulia! Memang benar, kedua mantra yang baru saja kalian bacakan adalah mantra penting yang telah diajarkan oleh para buddha ditiga masa yang tersebar disepuluh penjuru semesta. Bahkan sewaktu kami belum menjadi buddha dan sedang melaksanakan Jalan Bodhi, kami pernah mendengar mantra ini dan dalam batin kami timbul perasaan bahagia dan kami pun akhirnya menghafalkan mantra ini pula. Berkat kebaikan dan kebahagiaan batin yang diberikan oleh mantra ini membuat kami sanggup melewati siklus tumimbal-lahir yang berulang-ulang hingga 296 koti kalpa banyaknya dan akhirnya mencapai kebodhian dan menjadi seorang Buddha.“


“Jika terdapat umat berbudi yang berkesempatan baik dapat mengenal nama kedua bodhisattva serta nama-nama para buddha dari sepuluh penjuru semesta, maka karma-karma buruk yang dibuat selama ribuan kalpa kehidupan yang lampau akan terhapuskan. Terlebih lagi jika umat berbudi tersebut kemudian bertekad dan bersungguh-sungguh untuk dengan tekun dan rajin membaca mantra, memuja dan mengagungkan namanya maka kebaikan dan keberuntungan yang ia dapatkan tak terhitung banyaknya.

Seusai menyampaikan sabdanya kemudian para buddha tersebut ber-samadhi dan duduk diam diatas bunga emasnya. Kemudian Sang Buddha Sakyamuni melontarkan pertanyaan kepada para hadirin sekalian.

Oh, para hadirin sekalian yang aku hormati! Apakah kalian menyaksikan Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata mempersembahkan kalung keyura untuk memuja saya? Apakah kalian menyaksikan saat ini kedua bodhisattva telah berdiri di hadapan saya dengan sikap anjali?”


Sudah, Oh Bhagawan!” Demikian jawab Sang Maitreya mewakili para hadirin semua.

Lalu Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya sambil melakukan vyakarana (wisuda) kepada kedua bodhisattva tersebut.

“Tahukah kalian, mengapa kedua bodhisattva ini aku vyakarana-kan, Oh, Ajita dan hadirin sekalain? Ketahuilah, bahwa sejak ribuan kalpa masa yang lampau Bodhisattva Bhaisajyaraja telah bertekad menempuh jalan keidupan suci (brahmacarya) dan kini apa yang ia cita-citakan telah sempurna, oleh karena itu maka sekarang ia berhak menerima vyakarana. Di masa yang akan datang, selang beberapa kalpa lagi, ia akan menjadi seorang buddha dengan gelar : Vimalanetra, Tathagataya, Arahata, Samyaksambuddha, Vidya-carana-sampanna, Sugata, Lokavid, Anuttara, Purusa-damya-sarathi, Sastadevamanusyanam, Buddha-lokanatha’ti. Nama dari negeri buddhanya adalah ‘Nityasukhita’. Nama kalpa-nya adalah ‘Abhisampurna’. Begitu buddha baru, Sang Buddha Vimalanetra tersebut untuk pertama kali menginjak negeri buddhanya, maka tanahnya akan berubah menjadi intan yang berwarna putih murni. Luas wilayahnya sangat luas hingga ke loka Vajra-tala sthana. Setiap saat bunga mustika putih selalu turun dari angkasa menebari buminya. Bunga-bunga tersebut berbentuk bundar dan diameternya sekitar 5 yojana, bertebaran memenuhi negerinya indah sekali.

Masyarakat yang hidup di Negeri Buddha tersebut sungguh berbahagia, karena di alam itu fisik mereka tidak akan pernah sakit ataupun kesakitan, demikian pula tak ada hal-hal yang mengganggu batin dan pikiran mereka. Mereka masih perlu makan, namun makanan mereka yang berupa Sari Amrta (Sudha, minuman para dewa) selalu tersedia, sekalipun demikian pikiran mereka tidak terbebani oleh makanan, melainkan mereka lebih mengutamakan mempelajari dharma yang tingkatnya cukup tinggi.

Umur dari Sang Buddha Vimalanetra panjang sekali yaitu hingga lima milyar Asamkhya Kalpa dengan periode Saddharma-nya mencapai empat juta Asamkhya kalpa. Dan periode Saddharma-Praktiksepa-nya 100.000 koti Asamkhya Kalpa. Siapa saja yang di lahirkan di alam tersebut akan terlahir dengan telah memiiki keahlian Dharani-Mukha dan keahlian lain seperti teknik-teknik samadhi bertingkat tinggi, serta daya ingat mereka akan dharma-dharma penting tidak akan pernah pudar.

Demikian Sang Buddha menerangkan, kemudian setelah di vyakarana-kan oleh Sang Buddha, Bodhisattva Bhaisajyaraja bangkit dari posisi duduknya lalu melesat ke langit, di atas sana ia memperlihatkan kebolehan berubah wujud dan ia memperlihatkan kebolehan berubah wujud dan ia memperlihatkan 18 macam jelmaan, setelah itu perlahan-lahan turun kembali ke tempat duduknya sambil menaburi bunga di atas tubuh Sang Buddha, namun bunga-bunga tersebut berubah menjadi jajaran pohon bunga yang terjejer rapih di langit.

Lalu Sang Buddha melanjutkan sabdanya dengan mengarahkannya ke Sang Maitreya. “Oh, Ajita yang mulia! Bodhisattva berikutnya yang aku vyakarana-kan adalah Sang Bhaisajyasamudgata. Saat ini beliau juga telah menyempurnakan cita-cita sucinya. Di masa yang akan datang beliau juga akan menjadi Buddha dengan gelar : Vimalagarbha Tathagata, Arahate, Samyaksambuddha, Vidyacarana-sampanna, Sugata, Lokavid, Anuttara, Purusa-damya-sarathi, Sasta-devamanusyanam, Buddha-lokanatha’ti. Oh Ajita, ketika ia menjadi buddha dan muncul di negeri buddhanya maka tanah surgawi yang berupa mustika putih itu akan berubah menjadi berwarna keemasan sehingga pohon-pohon, bunga-bunga, dan benda-benda lainnya seperti bersinar keemasan, di samping itu memang di sana-sini di penuhi oleh bunga-bunga emas yang bertebaran di mana-mana menjadikannya suasananya sangat indah dan menawan. Masyarakat yang hidup di dunianya semuanya terlahir dengan kebijaksanaan yang tinggi serta memiliki keahlian ‘Anutpatka-Dharma-ksanti’. Usia dari Sang Buddha Vimalagarbha mencapai 60 kalpa kecil dengan periode saddharma sepanjang 120 kalpa dan periode saddharmapratiksepa sepanjang 560 kalpa.

Mengetahui bahwa diri-nya akan di vyakarana-kan oleh Sang Buddha maka Bodhisattva Bhaisajyasamudgata segera memasuki samadhi tingkat tinggi. Berkat kekuatan supernaturalnya itu ia mengubah dirinya menjadi sebuah bunga raksasa di tengah taman pohon jambu, lalu menjelma lagi menjadi segumpal awan putih yang di penuhi tujuh macam mustika di dalamnya. Mustika-mustika tersebut berkilauan berwarna-warni dan memancarkan sinar keemasan. Ini merupakan persembahan sang bodhisattva kepada Sang Buddha Sakyamuni, tidak berapa lama kemudian terdengar suatu syair pujian yang menggema di pesamuan dharma tersebut, yang berbunyi sebagai berikut :

Ia yang bergelar Samyaksambudha,
Sang Singa-sakya yang putih murni tak bernoda,
Dialah Sang Bhagawan yang mulia!

Para guru di sepuluh penjuru semesta tak mampu menandinginya,
Lihatlah, Sinar Kebijaksanaan–Nya memenuhi alam semesta,
Dengan perasaan Maha Kasih, Ia menyelamatkan makhluk yang sengsara,
Hingga rela terlahir ke dunia Loka-saha.
Aku mewakili semua yang hadir, bersujud dengan muka di kaki-Mu,
Oh, yang Maha Karunika, kini kami bersujud pada “Trismrtya-Pasthana”!

Seusai memperdengarkan gatha tersebut Bodhisattva Bhaisajyasamudgata mengakhiri pertunjukan supernaturalnya lalu kembali duduk ke tempat semula.

Lalu Sang Buddha melanjutkan sabdanya tentang dharma penting kepada para hadirin sekalian. “Inilah tatacara yang harus kalian ikuti untuk melakukan meditasi perenungan (dhyana) terhadap kedua bodhisattva itu. Lakukanlah perenungan kepada Bodhisattva Bhaisajyaraja terlebih dahulu. Ada lima tahap yang harus di lakukan pada saat melakukan perenungan (catatan: lakukan satu per satu pada saat yang terpisah, bukan di lakukan semuanya sekaligus), yaitu:

  1. Melakukan perenungan terhadap Sang Bodhisattva sambil menghitung napas sendiri dengan wajar dan tenang(Anapana Smrti).
  2. Melakukan perenungan dengan menenangkan dan mengkonsentrasikan pikiran.
  3. Melakukan perenungan sambil menahan napas.
  4. Melakukan perenungan terhadap gambaran Sang Bodhisattva dengan sifat-sifat dan ciri-ciri agung yang sama dengan yang di miliki oleh Sang Buddha.
  5. Melakukan perenungan untuk menyakinkan dan memantapkan tekad dan pikiran dalam melakukan samadhi-samadhi ini.

Demikianlah agar tatacara ini di praktekkan dengan sebaik-baiknya.

“Wahai Ajita, jika ada umat berbudi yang bertekad untuk bersungguh-sungguh melakukan tatacara perenungan tersebut dengan rajin dan tekun maka suatu saat ia akan mendapat kesempatan melihat gambaran (rupang) Sang Bodhisattva Bhaisajyaraja muncul di hadapannya dalam meditasinya. Tinggi dari gambaran bodhisattva tersebut adalah 12 Yojana, akan tetapi ukuran gambaran dapat mengecil dengan sendirinya agar lebih mudah terlihat dan diamati. Ukurannya dapat mengecil menjadi 180 Mistar (kira-kira 60 meter) atau lebih kecil lagi hanya 8 Mistar ( sekitar 21/2 Meter). Tubuhnya berwarna keemasan dan memiliki 32 Tanda Keagungan dan 80 Keistimewaan, persis tanda-tanda yang di miliki seorang buddha. Beliau memiliki sembulan ubun-ubun di atas kepalanya yang terhiasi dengan 14 butir Mutiara Manikam. Pada setiap manikam terdapat 14 sanding dan setiap sanding terhiasi dengan 14 kuntum bunga sehingga membentuk mahkota yang indah. Demikian pula, para buddha dan bodhisattva yang berada di sepuluh penjuru semesta pun ikut menampakkan wujudnya di atas mahkota mutiara yang ia kenakan. Di kening Bodhisattva ini terdapat seutas rambut putih yang memancarkan sinar yang warnanya bagaikan lazuardi putih dan sinar ini melingkar-lingkar di tubuhnya sebanyak tujuh lingkaran hingga tampak seperti kelambu yang melindunginya. Dari pori-pori tubuhnya terpancar sinar indah berwarna seperti untaian mutiara manikam yang berjumlah 84 ribu butir. Untaian mutiara ini berputar dari kanan ke kiri menyerupai sebuah tembok Sapta-ratna yang sangat indah. Di dalam tembok tersebut tumbuh bunga Utpala raksasa, di setiap kuntum bunga ini muncul gambaran buddha setinggi 160 Mistar dan setiap gambaran buddha di kelilingi 500 gambaran bodhisattva.

Kedua lengan bodhisattva tersebut panjang sekali, kulitnya berwarna Sapta-Ratna, dari ujung jari kedua tangannya selalu muncul tujuh mustika. Oh, Ajita, umat yang dalam meditasi/dhyana-nya melihat ujung jari bodhisattva ini dengan serta merta akan tersembuhkan dari 440 macam penyakit dan pikiran/batinnya tak akan terganggu oleh klesa. Kedua kaki dari bodhisattva ini juga dapat mengeluarkan mustika Vajra (berlian), dimana setiap vajra akan secara otomatis menjadi beberapa singgasana bermutu Ratna-Megha, diatas setiap singgasana muncul gambaran seorang bodhisattva yang di kelilingi oleh para dewa-dewi. Para bodhisattva tersebut tampak sedang mengkhotbahkan dharma tentang ‘Empat Arya-Satya’ yaitu dharma tentang penderitaan (dukkha), kekosongan (Sunyata), ketidakkekalan (anitya), tanpa aku (atman) juga dharma lainnya tentang bagaimana melaksanakan Bodhisattva–Carya kepada murid-muridnya. Oh, Ajita, jika umat itu telah mencapai tahap seperti itu dalam meditasi perenungannya maka umat itu di namakan telah mencapai “Dhyana Tingkat Pertama.”

“Pada Dhyana Tingkat Kedua perenungan beralih kepada perenungan terhadap ciri-ciri sang bodhisattva serta pahala-pahala atau jasa-jasa apa yang telah sang bodhisattva lakukan di kehidupan-kehidupan sebelumnya sehingga mendapatkan tubuh yang sedemikian indah dan sempurnanya. Setelah sang umat melakukan perenungan ini maka ia akan merasakan daya pikirannya menjadi semakin tajam dan luas sehingga seketika itu pula ia dapat melihat gambaran sang bodhisattva dengan lengkap dan seksama dan mereka akan melihat dan merasakan bahwa sang bodhisattva memiliki sekuntum bunga Candana yang bagaikan mustika manikam yang sedang mekar. Cahaya yang terpencar dari bunga Candana ini mengelilingi tubuhnya sehingga tampak bagaikan ribuan gunung mestika, di setiap gunung terdapat 500 koti goa (cekungan) mestika yang di dalamnya terdapat 10 koti gambaran buddha dengan roman muka yang berseri-seri. Para buddha tersebut akan menyampaikan pujian kepada Bodhisattva Bhaisajyaraja dan menceritakan kisah perjalanan kehidupan sucinya kepada sang umat. Jika sang umat telah mencapai tingkatan dhyana ini maka ia dapat melihat para buddha yang berada di sepuluh penjuru semesta dan mendengarkan dharma ciri khas para buddha tersebut”.

“Selanjutnya, Oh, Ajita! Bodhisattva Bhaisajyaraja kemudian akan memancarkan ratusan koti sinar Ratnamani dari pori-pori tubuhnya, sinar ini akan menyinari tubuh sang umat. Jika sang umat telah tersinari sinar tersebut maka keenam inderanya akan di sucikan secara total hingga dapat melihat alam-alam lain di sepuluh penjuru semesta yang jauhnya hingga lima juta Koti Nayota beserta para buddha dan bodhisattva yang ada di alam tersebut. Sang bodhisattva juga akan menerangkan tentang Sari Amrta yang bisa menghilangkan karma buruk kepada sang umat, bahwa setelah meminum Sari Amrta maka langsung ia akan mendapatkann keahlian berupa 5 juta koti Avarta Dharani Mukha. Berkah-berkah yang melimpah yang akan di terima oleh umat yang melaksanakan dhyana ini adalah berkat Purva-Pranidhana (Inisiatif murni) dari Sang Bodhisattva Bhaisajyaraja. Beliau berkeinginan agar murid-muridnya dapat sukses mempelajari dharma dan mencapai cita-cita sucinya, selain itu keberkahan itu juga karena sang umat sendiri yang telah berbulat tekad dan tekun melaksanakan dhyana ini’.

“Bagi umat yang telah mencapai tingkatan dharma ini maka akan muncul di hadapan para buddha dan bodhisattva yang akan menyampaikan dharma penting yang sangat dalam artinya berjudul Sat Paramita agar sang umat dapat terus mempraktekan dhyana-nya hingga mencapai tingkatan penguasaan dharma yang tinggi dan memiliki ratusan ribu koti keahlian Dhyana Buddha Samadhi Mukha.

“Oh, Ajita, setelah aku ber-parinirvana nanti, jika terdapat umat, para dewa, malaikat, naga, bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika yang ingin berkesempatan melihat gambaran Bodhisattva Bhaisajyaraja serta ingin memuja nama beliau, maka mereka harus melaksanakan ke dua tahapan berikut ini, yakni :

  1. Mereka harus membangkitkan bodhicitta-nya dan menjalankan Sila Bodhisattva. Jika mereka mampu menjalankan Sila Bodhisattva dengan sempurna maka para bodhisattva yang berada di sepuluh penjuru semesta akan datang muncul di hadapannya. Kemudian Sang Bhaisajyaraja pun akan muncul sebagai gurunya yang akan mengajarkan ribuan macam dharani kepada mereka. Berkah-berkah serta ajaran dharani dari Sang Bhaisajyaraja maka karma buruk yang di buatnya sepanjang 90 Koti Kalpa lamanya akan terhapus dengan seketika dan ia pun akan memperoleh keahlian dharma berupa Anutpattika Dharma Ksanti.
  2. Mereka harus menjalankan Empat Metode Dharma. Karena batin dan pikiran mereka telah terpengaruh oleh Klesa, maka bagi mereka yang ingin berjumpa dengan Sang Bhaisajyaraja haruslah melakukan Empat Metode Dharma, yaitu :
  • a. perasaan cinta kasih, tidak membunuh, tidak melakukan 10 perbuatan tercela (Dasa Akusala Karma), rajin membaca/mempelajari dan mengingat dharma, rajin dan penuh semangat dalam melakukan segala usaha.
  • b. Menghormati guru dan orang tua, jika berkemampuan memberikan sedekah kepada mereka. Menyediakan penerangan yang baik di rumah mereka, jika mampu juga boleh memberikan penerangan pula di vihara-vihara, aula dharma, atau kamar para sangha.
  • c. Melakukan Samadhi dengn rajin, berkelana dan bermeditasi ke tempat yang jauh, sunyi, terpencil, atau terisolir agar dapat melatih diri dengan 12 Dutha rasa penderitaan.
  • d. Berani mengorbarkan harta, kekayaan, kepemilikan, bahkan nyawa tanpa merasa kecewa atau kehilangan.

Ketahuilah, bagi para umat yang melaksanakan metode ini maka ia akan dapat melihat Bodhisattva Bhaisajyaraja hanya dengan mengingat sifat-sifat agungnya saja. Bahkan mereka pun dapat berjumpa di dalam mimpinya di mana Sang Bhaisajyaraja akan mengajarkan dharma-dharma penting dan pada saat terbangun mereka akan mampu mengingat peristiwa tersebut bagaikan suatu pengalaman yang nyata. Lebih dari itu, mereka pun akan mampu mengingat ratusan bahkan ribuan kehidupannya di masa lampau. Berkat pengalaman seperti inilah maka mereka menjadi rajin pergi ke vihara guna melakukan persembahan kepada Sang Bodhisattva Bhaisajyaraja dan mereka pun akan memperoleh suatu keahlian samadhi baru yang bernama Dhyana Buddha Samudra. Di samping itu, mereka pun akan berkesempatan berjumpa dengan para bodhisattva pengikut Sang Bhaisajyaraja dan mereka pun dapat mempelajari dharma–dharma yang di ajarkan oleh para bodhisattva tersebut”.

Lalu Sang Buddha beralih kepada Arya Ananda, “O, Ananda apabila aku telah ber-parinirvana, jika terdapat bhiksu, bhiksuni, upasaka, dan upasika yang menjalankan apa yang telah aku uraikan tadi, dengan giat melaksanakan dhyana terhadap Bodhisattva Bhaisajyaraja serta memuliakan namanya, maka karma buruk mereka yang berasal dari 800 ribu Kalpa yang lampau akan terhapuskan seketika. Bagi mereka yang hanya rajin menyebut nama serta bersujud pada gambarannya, maka kehidupan mereka akan selalu dalam keadaan aman dan tentram, mereka tak akan mengalami kecelakaan fatal atau kematian akibat kecelakaan. Oh, Ananda, tatacara pelaksanaan dhyana ini di sebut Dhyana yang Benar jika lain dari tatacara ini maka di sebut Dhyana yang Keliru”.

Sang Buddha kembali beralih kepada Sang Maitreya, “Oh Ajita, sekarang aku akan memberitahukan tatacara meditasi perenungan (dhyana) terhadap Bodhisattva Bhaisajyasamudgata, Dengarkanlah baik-baik. Setelah aku ber-parinirvana nanti, apabila terdapat bhiksu, bhiksuni, Upasika, upasaka yang berniat melaksanakan dhyana terhadap bodhisattva Bhaisajyasamudgata maka ia harus melaksanakan Tujuh Metode Dharma, yaitu

  1. Menjalankan Sila sengan tekun, jangan terpengaruh oleh Sravaka atau Pratyeka Buddha yang berpandangan keliru.
  2. Rajin belajar dharma dan ilmu pengetahuan.
  3. Berhati lapang, tidak sombong, berwelas asih terhadap sesama dan suka menolong mereka yang sedang mengalami penderitaaan.
  4. Tidak bersifat tamak, berpendirian teguh dan tidak mudah terpengaruh.
  5. Bersikap adil (samatadharma) hingga akan di hormati oleh orang lain.
  6. Melakukan vipasyana (meditasi dengan berfokus kepada suatu objek) dan samatha (Samadhi ketenangan/tanpa objek).
  7. Tidak merasa ragu terhadap Dharma Paramita sebagai satu jalan untuk mencapai pembebasan diri secara total.

Ketahiulah Oh, Ajita, apabila mereka menjalankan Tujuh Metode Dharma ini maka mereka akan berkesempatan untuk bertemu dengan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata dan melihat wujudnya degan jelas. Tinggi tubuhnya sekitar 16 yojana dan berwarna keemasan dan bersinar terang bagaikan emas Jambunada indah sekali. Di dalam lingkaran sinar emas tersebut terdapat 16 koti gambaran buddha (Buddha Nirmita) dengan tinggi masing-masing 8 kaki dan sedang berduduk bersila di atas bunga teratai mustika. Tiap-tiap buddha nirmita di dampingi oleh 16 bodisattva yang sedang memegang bunga putih dan mereka semua berputar dari kanan ke kiri mengikuti gerakan lingkaran sinar. Didalam lingkaran sinar itu pula mereka dapat melihat negeri-negeri Buddha dan bodhisattva yang ada di sepuluh penjuru semesta.

Sembulan ubun-ubun (usnisa) yang ada di puncak kepalanya itu berbentuk seperti kumpulan mutiara Sakrabhilagna yang bersinar keemasan, pada setiap pancaran sinarnya terdapat 4 kuntum bunga mustika yang memiliki ratusan macam warna. Bunga-bunga yang beraneka warna tersebut secara samar-samar menampakan bayangan gambaran buddha dan bodhisattva yang tak terhitung jumlahnya. Ciri-ciri/tanda-tanda tersebut adalah termasuk dalam 32 Tanda Keagungan dan 80 Keistimewaan yang di miliki oleh Bodhisattva Bhaisajyasamudgata. Pada dasarnya, tiap tanda dari ke-32 Tanda keagungan tersebut dapat memancarkan lima macam sinar, demikian pula setiap ciri dari 80 keistimewaan dapat memancarkan ratusan ribu cahaya. Rambut putih (urnahkesa) yang ada di tengah-tengah kening beliau juga memancarkan cahaya bening berwarna seperti emas jambunada dan bersinar panjang sekali.

Apabila para umat tersebut setelah mendengar/mengenal nama Sang Bodhisattva Bhaisajyasamudgata kemudian mereka bertekad dan bersungguh-sungguh untuk selalu menyebut dan memuliakan nama beliau atau melaksanakan dhyana terhadap beliau, maka Sang Bodhisattva akan muncul di hadapannya dan memancarkan sinar emasnya kepada mereka agar mereka terbekati. Di dalam cahayanya tersebut, Sang Bodhisattva dapat berubah–ubah wujud, ia dapat menjelma menjadi Dewa Isvararupa, Dewa Brahmarupa, Maradevarupa, Sakrarupa, Dew-dewa dari sorga Catur Maharaja Kayika atau menjelma menjadi Asurarupa, Gandharvarupa, Kinnaraupa, Mahoragarupa, Garudarupa, Manusia, Mahluk Bukan-Manusia, Nagarupa, Rajarupa, Mahargha (pejabat tinggi), Sresthirupa (tokoh tetua), Grhapatirupa, Sramanarupa, Brahmanarupa, Devarupa, Kakek atau Nenek kita, Ayah-Bunda kita, Saudara laki-laki atau perempuan kita, pasangan suami/istri kita, sanak saudara kita, seorang dokter ahli, juga sahabat karib kita,dsb.

“Oh, Ajita, mereka yang menjalankan dharma ini akan mendapat kesempatan baik untuk bertemu dengan Bodhisattva haisajyasamudgata di dalam mimpinya, di mana Sang Bodhisattva akan mengajarkan mantra-mantra penting yang bernama ‘Bhaisajyaraja Dharani’ dan ‘Bhasajyasamudgata Dharani’. Berkat mantra tersebut maka karma karma buruknya yang terkumpul selama ber-kalpa yang lampau dengan seketika akan terhapuskan dan setelah ia bangun dari mimpinya ia akan dapat mengingat kejadian serta mantra tersebut dengan jelas dan seksama bagaikan suatu pengalaman nyata”.

“Oh, Ajita, bagi mereka yang menjalankan dharma ini, kapanpun dan di vihara manapun ia melakukan Samadhi maka ia akan dapat melihat gurunya, yaitu Sang Bodhisattva Bhaisajyasamudgata, hadir di hadapan mereka dan berseru :

“Oh, muridku yang berbudi dengarkanlah dan ingatkanlah baik-baik. Pada masa yang lampau, di loka saha kita ini pernah muncul 53 Buddha yang jasanya sangat mulia dan agung, mereka telah menyelamatkan banyak mahluk dan membimbingnya hingga mencapai kebodhian. Untuk itu marilah bersama-sama kita memuliakan nama mereka.

  1. Namo Samantaprabha Buddha;
  2. Namo Samantaprabhasa Buddha;
  3. Namo Samantasubha Buddha;
  4. Namo Tamala Patra Candana Gandha Buddha;
  5. Namo Candanaprabha Buddha;
  6. Namo Manipataka Buddha;
  7. Namo Pramudita Garbha Mani Ratnakuta Buddha;
  8. Namo Sarvaloka Priya Darsanottara Mahavirya Buddha;
  9. Namo Mani Dhvaja Pradipa Buddha;
  10. Namo Jnanaloka Buddha;
  11. Namo Sagara Guna Gabha Buddha;
  12. Namo Vajradhrti Abhikirna Suvarna Prabha Buddha;
  13. Namo Maha Viryavat Buddha;
  14. Namo Maha Karuniprabha Buddhaya;
  15. Namo Maitri Balaraja Buddha;
  16. Namo Maitri Garbha Buddha;
  17. Namo Candanagahabhibu Buddha;
  18. Namo Bhadra Subha Sirsa Buddha;
  19. Namo Sumati Buddha;
  20. Namo Vaipulya Bhusana Raja Buddha;
  21. Namo Suvarna Kusuma Prabha Buddha;
  22. Namo Ratna Chatra Prakasa Svara Balaraja Buddha
  23. Namo Akasa Ratnapuspa Prabha Buddha;
  24. Namo Vaidurya Vyuha Raja Buddha;
  25. Namo Samantodaya Rupa-Kaya Prabha Buddha
  26. Namo Acalajnanaprabha Buddha;
  27. Namo Sarva Mara Raja Pramardana Buddha;
  28. Namo Dhanaprabhasa Buddha;
  29. Namo Jnanagra Buddha;
  30. Namo Maitreya Deva Prabha Buddha;
  31. Namo Loka Suddha Pratibhasa Buddha
  32. Namo Suyoga Candra Ghosa Jnanagra Raja Buddha;
  33. Namo Nagagotrodara Raja Buddha;
  34. Namo Candrasuryaprabha Buddha;
  35. Namo Candrasurya Mani Prabha Buddha;
  36. Namo Jnana Dhvajabhibu Raja Buddha;
  37. Namo Simhanada Svarabala Raja Buddha;
  38. Namo Manjusvarabhibu Buddha;
  39. Namo Nitya Srsta Prabha Dhvaja Buddha;
  40. Namo Avalokitepradipa Buddha;
  41. Namo Jnanabhisma Pradipa Raja Buddha;
  42. Namo Dharma Vijaya Raja Buddha;
  43. Namo Sumeruprabha Buddha;
  44. Namo Sumanaprabha Buddha;
  45. Namo Utpala Jayottama Raja Buddha;
  46. Namo Maha Mati Bala Raja Buddha;
  47. Namo Aksobhya Pramudita Prabha Buddha;
  48. Namo Amitasvara Raja Buddha;
  49. Namo Dhanaloka Buddha;
  50. Namo Suvarna Sagara Prabha Buddha;
  51. Namo Sagara Vara Dhara Buddhi Vikriditabhijna Raja Buddha;
  52. Namo Mahabhijnaprabha Buddha;
  53. Namo Sarva Dharma Sada Purna Raja Buddha.’

Seusai melakukan puja terhadap ke-53 buddha tersebut lalu Sang Bodhisattva duduk diam bermeditasi lalu akan muncul di hadapan mereka Tujuh Buddha Atita (Sapta Atita Buddha : Vipasyi, Sikhi, Visabhu, Krakucchanda, Kanakamuni, Kasyapa, dan Sakyamuni). Lalu Sang Vipasyi Tathagata mewakili Tujuh Buddha Atita akan menyampaikan sabda :

Sadhu! Sadhu! Sadhu! Oh, Para putera yang berbudi, ke-53 Buddha yang baru saja kalian muliakan namanya adalah para buddha yang berkat perasaan welas asihnya sengaja lahir di dunia saha loka lalu berjuang sekian lamanya guna menyelamatkan para mahluk dari kesengsaraan di segala penjuru loka saha dan membimbing mereka hingga mencapai kebodhian dan akhirnya ber-parinirvana, sungguh tak terkira jasa-jasa mereka! Oleh karena itu wahai putera-puteri yang berbudi, bagi kalian atau makluk apa saja yang mendapatkan kesempatan mulia hingga dapat mengenal nama-nama dari ke-53 buddha tersebut maka kehidupannya akan selalu bahagia dan selama ribuan Koti Asamkhyakalpa ia tidak akan terjatuh ke dalam Alam Durgati ( Kesengsaraan). Bagi mereka yang bertekad dan bersungguh-sungguh untuk selalu memuliakan dan memuja nama ke-53 buddha tersebut maka ia akan berkesempatan untuk bertemu para buddha di setiap kehidupannnya. Berbagai karma buruk yang berat pun akan terhapuskan, seperti karma buruk akibat melakukan Empat Dosa Besar (Catur Parajika : berbuat asusila, membunuh, berdusta, dan mencuri), Lima Perbuatan durhaka ( Panca Anantaryakarma : membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh arahat, melukai seorang Buddha, dan memecah belah sangha), atau melakukan fitnah atau menyalah gunakan kitab-kitab suci agama buddha. Berkah yang sangat mulia ini adalah akibat dari besarnya rasa welas asih para buddha yang akhirnya membuat timbulnya niat suci (pranidhana) mereka untuk menyelamatkan para mahluk. Berkah ini juga berkat ketekunan dan kebulatan tekad dari para murid yang berbudi itu sendiri untuk selalu memuliakan nama-nama para buddha tersebut.

Kemudian para Buddha Atita yang lain, yaitu Sikhi Tathagata, Visabhu Tathagata, Krakucchanda Tathagata, Kanakamuni Tathagata, Kasyapa Tathagata menampakan dirinya dan mereka kembali menekankan apa yang telah di sampaikan oleh Sang Tathagata Vipasyi kepada murid-murid yang sedang bersamadhi itu. “Oh, putera-puteri yang berbudi, siapa saja yang bertekad dan bersungguh-sungguh dan secara rajin dan tekun selalu memuliakan nama dan memuja ke-53 buddha tersebut maka karma-karma yang berat maupun yang ringan akan terhapus secara total,, Hal ini adalah benar adanya dan tak keliru sedikitpun!”

Lalu Sang Buddha Sakyamuni menceritakan pengalaman masa lampau-Nya kepada para hadirin pesamuan dharma. “”Oh, para hadirin yang kuhormati! Kira-kira beberapa Kalpa masa yang silam, saya pernah menjadi seorang bhiksu yang sedang mempelajari dharma luhur yang di sebarkan oleh Sang Buddha Manjuprabha Tathagata, ketika itu adalah masa akhir kejayaan dharma, di mana kemerosotan batin mulai terjadi. Batin dan pikiran saya selalu merasa khawatir akan kondisi yang ada pada waktu itu, akan tetapi kekhawatiran saya hilang setelah mendengar/mengenal nama ke-53 Buddha yang juga telah di sampaikan oleh Sang Buddha Manujuprabha, langsung aku melakukan puja guna memuliakan nama mereka. Setelah hapal ke-53 nama buddha tersebut lalu aku mengajarkan kepada umat lain dan mereka pun mengajarkan kepada umat-umat yang lain lagi, demikian seterusnya hingga akhirnya mencapai jumlah 3.000 orang yang rajin memuliakan nama ke-53 buddha tersebut. Berkat kerajinan dan ketekunan dalam memuliakan nama ke-53 buddha tersebut itulah maka kami memperoleh ‘modal awal’ untuk mencapai kesucian yaitu dengan terhapusnya karma buruk kami selama beberapa Koti Kalpa lamanya. Ke-3.000 orang tersebut saat ini ada yang telah menjadi buddha, juga ada yang akan menjadi buddha, kesemuanya terbagi dalam tiga kelompok masa (periode). Periode pertama yaitu ‘Vyuhakalpa’, periode ini telah berlalu dan pertama kali menjadi buddha pada periode ini adalah Sang Padmaprabha Tathagata dan terakhir (ke seribu) adalah Visabhu Tathagata. Lalu periode kedua yaitu periode ‘Samantakalpa’ yang sedang kita alami ini, buddha yang pertamanya adalah Krakucchanda Tathagata dan yang terakhir adalah Rucika Tathagata. Sedangkan di periode ke tiga atau periode ‘Jyodirganakalpa’ (yang akan datang), yang pertama menjadi buddha adalah Suryaprabha Tathagata dan yang terakhir adalah Merudhvaja Tathagata. Ketiga kelompok buddha inilah yang sering kita sebut dengan istilah ‘Seribu Buddha’ di setiap elompok periodenya’.

Kemudian Sang Buddha beralih kepada Sang Grhapatiputra Ratnakuta, “Oh, Ratnakuta yang bijak! Sang Buddha Subhaguna Tathagata serta para buddha lainnya yang berada di sepuluh penjuru semesta kesemuanya juga mencapai kebodhian dan akhirnya menjadi buddha karena pada kehidupan mereka yang dahulu, Setelah mendengar dan mengenal nama ke-53 buddha tersebut, mereka langsung bertekad dan bersungguh-sungguh melakukan puja dan memuliakan nama ke-53 buddha tadi dengan rajin dan tekun”.

“Oleh karena itu, jika terdapat umat yang bertekad bermaksud untuk menghapuskan karma-karma buruk mereka akibat melakukan Empat Dosa Besar, Lima perbuatan Durhaka, Sepuluh Perbuatan Tercela (Akusala Karma Pata 10), menyalahgunakan kitab/ajaran agama buddha, baik yang di lakukan di kehidupan ini maupun yang lampau, maka ia dapat menghapuskannya secara total dengam melakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama-tama ia harus membulatkan tekadnya untuk dengan rajin dan bersungguh-sungguh membaca mantra Bhaisajyaraja Dharani dan Bhaisajyasamudgata Dharani. Kemudian dengan rajin dan tekun secara kontinyu melakukan puja kepada para buddha yang berada di sepuluh penjuru semesta, kepada Sapta Atita Buddha, kepada ke-53 Buddha yang aku sebutkan tadi, lalu kepada para Seribu Buddha pada periode saat ini (Samantakalpa)”.

“Selain melakukan puja secara rutin, mereka juga harus menjaga agar pikirannya selalu dalam keadaan tenang, bersih, dan suci sepanjang waktu, baik siang maupun malam. Lalu, lakukan pula dhyana (meditasi perenungan) kepada Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodisattva Bhaisajyasamudgata, dengan rajin dan tekun”.

“Oh, Ratnakuta yang bijak! Dengan melakukan dhyana yang dalam dan seksama kepada kedua bodhisattva tersebut maka sang umat tersebut memperoleh pahala yang berlimpah bagaikan pahala yang terkumpulkan berkat hidup di Negeri Buddha selama beberpa Kalpa lamanya dan kini tinggal memetik manfaatnya. Adapun manfaatnya adalah ia akan berkesempatan melihat/bertemu kedua bodhisattva tersebut, di mana setelah kemunculan kedua bodhisattva akan muncul pula para buddha dari Negeri Buddha penjuru timur yang sedang melakukan Samantopaya Rupa Kaya Samadhi. Lalu muncul pula para buddha dari Negeri Buddha penjuru selatan melakukan samadhi serupa, lalu muncul pula yang dari penjuru barat dan utara melakukan samadhi yang sama. Kemudian akan muncul keseluruhan buddha yang ada di sepuluh penjuru semesta dan mereka secara serentak mengkhotbahkan dharma penting yang bernama Enam Paramita (Sat Paramita)”.

“Berbahagialah umat yang dapat mencapai tingkatan itu karena sangatlah sulit untuk mendapatkan kesempatan bisa melihat para Buddha dengan sinar keemasannya muncul di depan mereka. Selain itu mereka pun akan memperoleh keahlian Samadhi baru yang bernama Buddha Samadhi Sagara Vilokana dan para buddha juga akan memberkatinya sambil mengucapkan kata-kata sebagai berikut: “Berkat tekad bulatmu untuk selalu memuja dan memuliakan nama agung kedua Bodhisattva serta para buddha dan bodhisattva lainnya maka di masa yang akan datang kamu akan mencapai kebodhian dan menjadi seorang buddha!”

“Setelah pemberkatan itu sang umat akan merasa lebih berbahagia lagi karena ia juga akan memperoleh keahlian Samadhi baru yang bernama Atyantabhavavyuha Samadhi, berkat Samadhi ini maka kebijaksanaan (jnana) mereka akan meningkat terus hingga mencapai puncaknya. Para buddha dari sepuluh penjuru semesta pun akan selalu membimbingnya dalam menekuni dharma penting seperti tentang Dana-Paramita, Sila-Paramita, Ksanti-Paramita, Virya-Paramita, Dhyana-Paramita, Prajna-Paramita, Upaya-Paramita, Pranidhana-Paramita, Bala-Paramita, Jhana-Paramita, dan sebagainya. Jika mereka menginginkan lebih banyak lagi, para buddha juga akan menerangkan dharma lainnya seperti Catvari Apramana (maĆ®tri=cintakasih, karuna=belaskasihan, mudita=simpati, upeksa=keseimbangan batin ), atau dharma lainnya seperti Empat Macam Perenungan (Catvari Smrtyupasthana), Empat Usaha Benar (Catvari Samyakprahana), Empat Jalan Kesempurnaan ( Catvari Rddhipada), Lima Kekuatan Dharma (Panca Bala), Tujuh Penerangan Sejati (Sapta Bodhyangani), Delapan Jalan Suci (Aryastanga Marga), Empat Kebenaran Sejati (Catvari Aryasatya, yaitu dukkha=derita, samudya=asal-usul derita, nirodha=akhir derita, marga aryasatya=cara mengakhiri dukkha), Enam Kerukunan Sangha (Sat Samici Sangha), atau juga dharma tentang Enam Perenungan (Sad Anusmrtayah, perenungan terhadap Buddha, Dharma, Sangha, Sila, Dana, dan Dewa). Demikianlah, sebagai seorang guru maka mereka akan mengajarkan dharma penting sebanyak-banyaknya kepada muridnya”.

“Lalu guru mereka itu akan memberkati mereka lagi dengan keahlian baru yaitu Samadhi Sagara Vyuha, namun untuk mendapatkan keahlian itu mereka harus mempelajari suatu dharma khusus, untuk itulah maka sang guru akan mengkhotbahkannya, yaitu dharma tentang Dvadasanga Pratitya Samutpada (Duabelas Hukum Sebab Akibat). Berkat kekuatan dari Samadhi tersebut maka sang murid yang beruntung itu akan dapat bertemu lagi dengan para buddha dan bodhisattva yang bersinar keemasan yang ada di Negeri Buddha jurusan timur, selatan, barat, utara. Ketika para buddha dan bodhisattva tersebut muncul maka mereka akan memberikan wejangan dharma yang bernama Dhyana Buddha Samadhi Sagara kepada mereka”.

“Ketahuilah, bagi umat yang rajin dan kontinyu memuliakan nama Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata, atau rajin memuji mereka , atau rajin melakukan perenungan (dhyana) kepada mereka, atau rajin membaca mantra-mantra mereka secara tekun maka sang umat yang berbakti ini akan memiliki sesosok badan yang suci murni, keenam inderanya juga suci murni. Pada masa yang akan datang maka ia pun berkesempatan untuk dilahirkan di alam para bodhisattva-mahasattva. Mereka akan di lahirkan dengan badan yang memiliki cirri-ciri keindahan dan keagungan seperti yang di miliki oleh Dewa Sakra dari Surga Trayastrimsa. Adapun yang memiliki tubuh seperti Dewa Narayana yang sangat kekar dan perkasa. Di alam tersebut mereka juga berkesempatan untuk sering berjumpa dengan para bodhisattva atau sang buddha guna mempelajari dharma-dharma penting dan mempelajari teknik samadhi luhur serta mempelajari mantra (dharani) yang memiliki kekuatan luar biasa”.

Lalu Sang Buddha kembali bersabda kepada Arya Ananda: “Ketahuilah Oh, Ananda yang Bijak! Bagi mereka yang telah mendengar/mengenal kedua nama bodhisattva tersebut lalu ia mengingatnya saja sepanjang waktu maka mereka akan diberkati dengan berbagai kebaikan yang tak habis-habisnya, apalagi jika ada umat yang melaksanakan ajaran dharma yang ada di sutra ini kamuj bisa bayangkan seberapa banyak pahala yang diterima oleh umat tersebut”.

Mendengar ucapan Sang Buddha, langsung Arya Ananda sadar bahwa Sang Buddha sedari tadi terus menerus menyanjung dan memuji jasa-jasa kedua bodhisattva. Kebaikan yang dimiliki oleh kedua bodhisattva ini telah menyentuh perasaan welas asih Sang Buddha. Lalu, yang Arya Ananda mengambil inisiatif untuk mengajukan pertanyaan, kemudian ia pun bangkit dari tempat duduknya dan mengelilingi Sang Buddha sebanyak tujuh kali, kemudian berlutut sambil ber-anjali.

“Oh Bhagawan yang mulia! Sudilah kiranya Sang Bhagawan menceritakan cerita masa lampau kedua bodhisattva, perbuatan atau dharma apa yang mereka praktekkan sehingga mereka mencapai kesuksesan seperti yang mereka raih saat ini?. Serta perbuatan baik apa yang telah mereka lakukan sehingga pada saat ini mereka bagaikan Genta Alamat Brahma yang bergema sangat dahsyatnya serta mendapat sanjungan baik oleh Sang Bhagawan maupun khalayak ramai. Khususnya pada hari ini, kedua pasang mata Sang Bhagawan pun menjadi berkilauan terus menerus bagaikan sepasang mutiara Manikam. Ini merupakan pertanda baik yang sejak dahulu belum pernah kami lihat sebelumnya. Untuk itu sekali lagi kami memohon agar Sang Bhagawan dapat menceritakan kisah masa lalu mereka kepada kami sekalian!.

Kemudian Sang Buddha menjawab, “Dengarkanlah baik-baik Oh, Ananda dan para hadirin sekalian yang kuhormati! Pada masa lampau, ber-Asamkhya-Kalpa yang lampau, ketika itu terdapat seorang buddha yang bernama Vaidurya-Nirbhasa Tathagata, Arahat, Samyaksambuddha, Vidyacarana-sampana, Sugata, Lokavid, Anuttara, Purusa-Damya-Sarathi, Sasta-Devamanusyanam, Buddha Lokanatha’ti. Nama kalpa-nya adalah Saddharma-Yoga-Ksemam dan nama negeri buddhanya adalah Vaijayanti Pataka. Rakyatnya memiliki umur yang panjang, mencapai 8 Kalpa Besar sedangkan Buddha Vaidurya-Nirbhasa sendiri umurnya mencapai 16 Kalpa Besar setelah itu ia ber-parinirvana dengan posisi duduk di atas takhtanya (Padma-Nisanna). Periode kejayaan dharma (saddharma) adalah 8 Kalpa dan periode pertengahan dharmanya (dharmapratirupaka) juga 8 kalpa. Pada masa itu di alam buddhanya terdapat seribu orang bhiksu yang telah bertekad dan membangkitkan bodhicitta-nya ke tingkat yang tinggi, mereka berdatangan ke hadapan Sang Buddha memohon agar mewisuda mereka untuk menjalani Bodhisattva Sila serta memohon agar Sang Buddha tersebut memberkati mereka agar cita-cita mereka tercapai untuk menyelamatkan para makhluk yang sengsara di alam semesta, juga meminta agar Sang Buddha sudi mengajari mereka dharma sejati agar mereka dapat mencapai pembebasan diri”.

“Dari rombongan bhiksu tersebut terdapat seorang bhiksu yang bernama Suryagarbha. Bhiksu ini sangat cerdas dan memiliki tingkat kebijaksanaan yang sangat tinggi, ia sangat rajin menyebarkan dharma dengan mengunjungi vihara, aranya, tempat ibadah lainnya, pertemuan-pertemuan umum di desa maupun kota. Didalam khotbahnya ia selalu memuji para bodhisattva yang menempuh jalur Mahayana serta jasa-jasa yang telah mereka lakukan. Ia juga memuji para tathagata yang memiliki jnana luhur, suci (amala), dan adil. Sewaktu Bhksu Suryagarbha ini sedang berkhotbah di suatu pertemuan, datanglah seorang tetua (Sresthika) yang bernama Jyotisprabha, setelah mendengar khotbah yang di sampaikan oleh sang bhiksu tentang dharma luhur berjudul Mahayana Samatajnana (Kebijaksanaan yang berkeadilan di jalur Mahayana), ia merasa sangat gembira lalu ia bangkit dari tempat duduknya dan melangkah mendekat kearah Bhiksu Suryagarbha sambil membawa ramuan obat khusus yang bernama Haritaki dan ramuan obat lainnya. Di depan sang bhiksu orang ini berkata: Oh, Bhadanta, dari khotbah-khotbah Bhadanta saya pernah mendengar bahwa ada obat yang sangat berkhasiat yang bernama Amrta Osadhi, obat ini membuat awet muda, siapa yang meminumnya tidak akan menjadi tua atau mati dan sekarang saya telah menemukannya, inilah obat yang saya maksud!. Lalu tetua tersebut bersujud hingga kepalanya menyentuh kaki sang bhiksu kemudian bangkit dan menyerahkan ramuan obat tersebut sambil berkata: Oh, Bhadanta, aku persembahkan obat Amrta Osadhi ini kepada Bhadanta dan para sangha yang memerlukannya”.

“Setelah menerima obat Haritaki, Sang Suryagarbha kemudian membacakan suatu dharani penting untuk memenuhi keinginan dari tetua tadi. Setelah menerima pemberkatan tersebut perasaan Sresthika Jyotisprabha menjadi sangat gembira, lalu ia bersujud kepada para buddha di sepuluh penjuru semesta dan ia pun bersumpah : ‘Dari bahan-bahan yang kuperoleh dari pegunungan Himalaya, saya telah berhasil meramu obat yang menurut Sang Bhadanta adalah suatu Buddha-Jnana. Kupersembahkan pula obat tersebut kepada Sang Bhadanta dan para sangha., untuk itu saya memohon kepada Sang Bhadanta untuk memberkati ku agar cita-citaku dapat terwujud. Adapun cita-citaku adalah untuk tidak lagi mengharap berkah anugerah dari sorga atau alam semesta, melainkan berjuang dan mencurahkan usahaku ke jalan menuju Anuttara Samyaksambodhi dan menjadi buddha di masa yang akan datang. Akan tetapi sekalipun aku nanti belum mencapai tingkat kebuddhaan, jika ada umat yang telah mendengar/mengenal namaku lalu ia rajin mengucapkannya dengan penuh konsentrasi, pastilah tiga macam penyakit pada dirinya akan lenyap. Ketiga penyakit itu yaitu :

  1. Empat ratus macam penyakit fisik yang ada di dalam tubuhnya. Penyakit ini akan tersembuhkan setelah sang umat mengucapkan nama saya;
  2. Penyakit pikiran berupa pandangan keliru dan kebodohan. Penyakit ini pun akan tersembuhkan sehingga mereka tak akan terjatuh kealam Durgati ( Alam Kesedihan) dan setelah aku menjadi buddha nanti, ia akan dapat terlahirkan di Negeri Buddhaku, di mana di sana mereka akan aku bina hingga mereka dapat memiliki Buddha-Jnana di jalur Mahayana, dengan demikian maka mereka akan terhindar dari terlahir di alam kesedihan selamanya.
  3. Penyakit kehidupan, di mana makhluk hidup yang ada di alam Jambudvipa dan Tridusgati (Tiga alam rendah: Alam Neraka, Alam Setan Lapar, Alam Binatang) selalu terlibat dalam kesengsaraan hidup. Jika mereka membaca nama saya maka mereka akan terhindar dari kesengsaraan. Jika hal ini tak terwujud, maka aku rela untuk tidak menjadi buddha.

Demikian pula umat yang dengan rajin dan tekun selalu melakukan pujaan, sekedar merenung, atau melakukan dhyana terhadap gambaran saya maka ia pun akan terbekati dengan kekuatanku sehingga Tiga Halangan (Tri Avarana = Klesa, Karma, Vipaka) akan musnah dan lahir batinnya menjadi sedemikian sucinya bagaikan beningnya mustika lazuardi. Bagi yang telah mencapai level ini maka ia akan menguasai keahlian Samata-Jnana dan kebodhiannya tidak akan pernah luntur.

"Setelah mengucapkan sumpah tersebut lalu Sang Sresthika Jyotisprabha bersujud kepada para Tathagata di sepuluh penjuru semesta hingga kepalanya menyentuh lantai lalu ia menaburkan bunga ke atas kepala Bhiksu Suryagarbha sambil berkata: ‘Oh, Bhadanta yang terhormat! Hanya berkat karma-karma baik yang kutanam dimasa lalu sajalah maka di kehidupan ini saya berkesempatan baik dapat bertemu dengan Bhadanta serta mendengar dharma Samata-Jnana Buddha yang Bhadanta ajarkan. Berkat dharma itulah maka pikiranku menjadi tersadarkan dan akupun dapat memiliki Kebijaksanaan yang luhur guna mencapai pembebasan diri. Maka dari itulah saya berani mengucapkan sumpahku di hadapan Bhadanta untuk membangkitkan bodhicitta-ku serta menempuh jalan Anuttara Samyaksambodhi. Oh, Bhadanta, sekiranya sumpahku itu memang benar adanya dan jika saya memang dapat mencapai kebuddhaan, maka saya minta diberi pertanda agar bunga yang kutaburkan di atas kepala Bhadanta dapat berubah menjadi Puspa-Chatra (tudung/paying bunga) yang besar dan indah untuk menaungi kepala Bhadanta, demikian permohonanku”.

“Setelah Sang Jyotisprabha selesai mengucapkan permohonan tersebut, serta-merta bunga-bunga yang ia taburkan di atas kepala Sang Bhiksu perlahan-lahan terangkat ke atas lalu bersatu membentuk tudung raksasa yang memancarkan sinar berwarna keemasan. Para hadirin yang ada di pertemuan tersebut merasa sangat kagum atas keindahan yang mereka saksikan, lalu mereka memberikan pujian kepada Sang Srestika Jyotisprabha: ‘Sadhu! Sadhu! Sadhu! Oh Maha Srestikha! Sumpah anda benar-benar luhur dan agung, selain itu anda juga memiliki kekuatan yang luar biasa. Kami yakin bahwa anda pasti akan mencapai kebuddhaan di masa mendatang, lebih dari itu kami pun menjadi memiliki kesempatan yang cerah pula untuk menempuh Jalan Kebodhian. Kami sungguh-sungguh yakin akan hal itu tanpa keraguan sedikitpun!”

“Pada waktu itu adik dari Sang Sresthika Jyotisprabha yang bernama Vidyuprabha yang juga sedang berada di tengah-tengah pertemuan tersebut, setelah menyaksikan kejadian yang menakjubkan tadi serta menyaksikan kebulatan tekad kakaknya untuk membangkitkan bodhicitta-nya yang dalam. Ia pun menjadi bergembira lalu ia berkata kepada kakaknya: “wahai kakakku yang terhormat, aku juga ingin berperan seperti dirimu. Aku juga telah meramu berbagai macam obat, seperti Air Manda ( minuman dari lemak susu yang di campuri obat) juga beberapa macam Osadhi (ramuan obat berkhasiat). Saya bermaksud untuk menyumbangkan obat-obatan ramuanku ini kepada siapa saja secara adil dan merata”. Setelah mendengar perkataan adiknya tersebut Sang Sresthika menjawab: ‘Baik sekali niatmu! Laksanakan saja apa yang menjadi kebijaksanaanmu!’. Berkat restu dari kakaknya, maka Sang Vidyuprabha pun merasa sangat gembira, lalu ia menjawab: “Oh, kakakku, Sekarang aku telah siap mengikuti jejak langkah yang kakak tempuh dan aku pun telah berniat untuk membangkitkan bodhicitta-ku serta menempuh jalan Anuttara SamyakSamboddhi! Lalu jawab sang Sresthika, “Oh, adikku yang bijak, sungguh baik sekali, jika kau telah berniat membangkitkan bodhicitta-mu maka segeralah kamu bersujud kepada para tathagata di sepuluh penjuru semesta, lalu berlututlah di hadapan Maha Bhadanta Suryagarbha dan ucapkan sumpahmu untuk menempuh jalur kebuddhaan”.

“Lalu Sang Vidyuprabha pun melakukan apa yang telah di lakukan oleh kakaknya dan kembali ia berkata kepada kakaknya. ‘Oh kakakku yang terhormat, semua obat-obatan dan air manda buatanku yang ada di rumah telah aku persembahkan kepada khalayak umum yang membutuhkannya. Saya juga telah melakukan puja kepada para tathagata serta mempersembahkan bunga-bunga segar, saya juga telah bersumpah di depan Bhiksu Suryagarbha dengan cara yang sama seperti yang kakak lakukan, kini saya telah menyediakan sekeranjang bunga Sudhi Padma (teratai), bunga ini akan aku taburkan ke udara. Jika sumpah dan niatku memang ikhlas maka saya minta diberi pertanda agar bunga-bunga yang aku taburkan nanti dapat berubah menjadi pohon”.

“Kemudian Sang Vidyuprabha langsung menaburkan bunga-bunga yang ada di keranjangnya dan seketika itu pula semuanya berubah menjadi pohon Bodhi yang bertebaran di udara. Keajaiban ini juga di saksikan oleh semua yang hadir di pertemuan itu, dengan perasaan kagum mereka menyampaikan pujian kepada Sang Vidyuprabha dengan serentak: ‘Oh, Maha Sresthika Vidyuprabha, keajaiban yang anda tampilkan sama menakjubkannya dengan keajaiban yang di tampilkan oleh kakak anda, untuk itu kami pun yakin bahwa engkau pun akan dapat mencapai kebuddhaan di masa yang akan datang”.

Lalu Sang Buddha beralih ke Arya Ananda, “Oh, Arya Ananda yang bijak, obat Haritaki yang diramu dari bahan-bahan yang dikumpulkan oleh Sresthika Jyotisprabha dari daerah pegunungan Himalaya dan dipersembahkan kepada para sanha, ternyata memang bermanfaat. Setelah mereka mengkonsumsi obat osadhi itu, dua macam penyakit yang telah lama diderita berhasil disembuhkan. Kedua macam penyakit itu adalah:

  1. Ketidakseimbangan di antara Catur Maha–Dhatu (Empat Unsur Fisik: tanah,air, api, udara).
  2. Penyakit batin/pikiran berupa perasaan resah, cemas, gelisah akibat adanya Klesa sehingga mengakibatkan kejengkelan, marah-marah, kebencian akibat Tri Akusala-Mula (Tiga Akar Kejahatan)

“Oh, Arya Ananda, setelah kedua macam penyakit itu tersembuhkan maka mereka dapat membangkitkan bodhicitta-nya sehingga mereka dapat menempuh jalan menuju Anuttara Samyaksambodhi. Karena hal itulah maka para sangha itu menjadi gembira dan berseru ‘Betapa Bahagianya! Kini kami pasti akan mencapai tingkat kebuddhaan di masa yang akan datang!’ Lalu para sangha tersebut berrembug untuk mencari cara memberikan penghargaan kepada Sang Sresthika agar budi baiknya selalu dikenang, karena bekat obat osadhi-nya lah maka kini mereka semua memiliki status Dharma-Raja dan memiliki kekuatan terhadap Tigaribu Maharibu sistim dunia. Lalu mereka bersepakat untuk memberikan gelar kehormatan kepada Sang Sresthika Jyotisprabha, yaitu ‘Bodhisttva Bhaisajyaraja’ yang artinya Bodhisattva Raja Obat.”

Oh, Arya Ananda, pada saat Sang Bhaisajyraja mendengar mereka memberinya gelar ‘Bhaisajyaraja’ perasaannya menjadi sangat terharu lalu ia pun berterimakasih kepada sangha, ‘Oh, para Maha Bhandanta sekalian! Kalian telah berbaik hati memberiku gelar yang terhormat, untuk itu dengan gelarku yang baru ini, aku memohon kepada yang berkuasa agar dari tanganku dapat menghujani para umat dengan obat osadhi sehingga mereka semua dapat terbebas dari penyakit apapun. Bagi mereka yang mengenal nama saya, atau melakukan puja kepada saya, atau melaksanakan dhyana terhadap saya, maka setelah mereka menerima obat dharma dariku berupa “Dharani Luhur Tanpa Batas” ini, maka karma-karma buruk mereka akan terhapus dan apa yang mereka cita-citakan akan terwujud. Jika saya telah mencapai kebuddhaan maka jasa-jasa yang mereka perbuat pasti akan mendapat pahala yang setimpal”.

“Oh, Arya Ananda, pada waktu Sang Bodhisattva Bhaisajyaraja berbicara kepada para sangha, tiba-tiba muncul sebuah Sapta-Ratna Chatra (Tudung/Payung 7 Mustika) di langit lalu perlahan-lahan turun ke kepala Sang Bhaisajyaraja. Tudung tersebut memancarkan sinar yang terang serta mengeluarkan bunyi nyanyian syair (gatha) dengan kata-kata sebagai berikut :

Oh, sang Mahasattva yang berhati tulus dan berbudi luhur,
Yang mendanakan Osadhi berkhasiat kepada para umat,
Pastilah ia akan mencapai kebuddhaan di masa mendatang,
Yang akan di kenal sebagai Buddha Vimala-Netra,
Yang akan menyelamatkan banyak dewa dan manusia,
Memancarkan perasaan cinta kasih yang tak terbatas,
Dengan Panca-Caksu (Mata Kebijakan) menerangi kegelapan,
Dialah Sang Bhaisajyaraja, seorang calon Buddha yang Maha-Karuna”.

“Setelah mendengar gatha-gatha tersebut Sang Bhaisajyaraja menjadi sangat bahagia lalu dengan tenang ia mulai memasuki samadhi yang bernama Atyantabhava-vyuha Samadhi. Di dalam Samadhi yang luhur ini ia dapat melihat demikian banyak para tathagata yang berada di sepuluh penjuru semesta dan sejak saat itu pula karma buruknya menjadi terhapus total dan ia pun terbebas dari roda kelahiran dan kematian sepanjang 900 Koti Asamkhya Kalpa lamanya”.

“Oh, Arya Ananda, karena adik dari Bodisattva Bhaisajyaraja yang bernama Vidyuprabha itu juga mengikuti jejak kakaknya menyumbangkan obat-obat berkhasiat kepada khalayak umum, maka ia pun juga memperoleh berkah pahala yang berlimpah. Oleh karena itu banyak sekali umat-umat yang datang dan menyampaikan pujian kepadanya: ‘Oh, Sang Sresthika Vidyuprabha, obat yang anda berikan sungguh sangat berkhasiat, baik kami maupun para sangha yang mengkonsumsi obat anda dapat merasakan pulihnya tenaga kami sehingga kami mampu menjalankan dharma bertingkat tinggi dengan baik. Lalu mereka pun berrembug untuk memberikan gelar kepadanya yang akhirnya disepakati untuk memberikan gelar ‘Bodhisattva Bhaisajyasamudgata’ yang artinya Bodhisattva pembuat Obat Mujarab. Mendengar gelar yang baru mereka berikan, ia langsung mengucapkan sumpahnya dengan penuh khidmat: ‘Saya ucapkan terimakasih atas kebaikan hati para hadirin pecinta dharma yang telah memberiku gelar yang sangat terhormat. Sebagai balas budi dariku maka saya berjanji bahwa apabila saya dapat mendapatkan Pari-Suddha Dasa-Bala (10 Macam Kekuatan Suci) maka siapa saja yang mengkonsumsi obatku dan yang pernah mengenal namaku, maka penyakit yang merusak fisik dan mental yang berasal dari Klesa itu akan segera terpadamkan hingga musnah total. Mereka yang selalu tekun melakukan puja kepadaku, memuliakan namaku, atau melakukan dhyana terhadapku, maka akan aku selalu berikan obat osadhi ramuan dari pegunungan Himalaya tersebut agar mereka dapat segera terbebaskan dari siklus kelahiran dan kematian hingga akhirnya dapat mencapai kebodhian”.

“Mendengar sumpah dari Sang Bhaisajyasamudgata para hadirin merasa sangat senang dan bahagia, maka mereka semua melepaskan kalung keyura yang mereka kenakan lalu melemparkannya ke atas kepala Sang Bhaisajyasamudgata sebagai tanda penghormatan, akan tetapi kalung-kalung keyura tadi langsung berubah menjadi sebuah meja besar yang berkaki banyak yang terbuat dari tujuh macam mustika, meja tersebut mengambang di udara dan memancarkan sinar berwarna keemasan serta mengeluarkan bunyi nyanyian syair (gatha) dengan kata-kata sebagai berikut:

Oh, Sang Mahasattva yang berhati mulia,
Yang telah bersumpah melaksanakan keinginannya,
Menolong umat sengsara mencapai pembebasannya,
Dengan penuh tekad dan ketulusan.
Di masa datang ia akan menjadi buddha,
Buddha Vimalagarbha adalah namanya,
Sedemikian banyak umat yang tenggelam di lautan kesengsaraan,
Sang Bodhisattva yang Maha-Karuna akan menyelamatkannya
”.


“Oh, Arya Ananda, aku meminta agar kamu perhatikan dan ingat baik-baik apa yang telah aku sampaikan tadi, sepatah katapun jangan sampai terlupakan, karena ke dua bodhisattva tersebut adalah Dharmaputra yang akan di nobatkan oleh para tathagata di Tiga Masa, yaitu masa lampau, sekarang, dan yang akan datang. Maka siapa saja yang berkesempatan mengenal nama mereka pastilah akan sukses dalam melaksanakan dharma hingga tercapainya pembebasan diri, tak akan terserat siklus kelahiran dan kematian, serta akan selalu berkesempatan bertemu dengan para Buddha dan bodhisattva”.

“Bila terdapat putera-puteri berbudi yang bertekad dan bersungguh-sungguh untuk dengan tekun dan rajin membaca mantra dari kedua bodhisattva ini, atau melakukan dhyana terhadap mereka, maka di masa sekarang juga mereka dapat bertemu dengan mereka. Selain itu mereka juga dapat berjumpa dengan para tathagata dari masa periode Samanta-Kalpa. Demikian pula ia pun akan dapat terlahir di masa yang sama pada kemunculan para buddha di masa yang akan datang di alam manapun. Dengan demikian maka kebijaksanaan mereka tidak akan pernah luntur hingga tercapainya Anuttara samyaksambodhi.”.

Kemudian, Arya Ananda bangkit dari tempat duduknya lalu ber-anjali dan bersujud di hadapan Sang Buddha, lalu mengelilingi Beliau sebanyak tujuh kali lalu ia bertanya.

“Oh Bhagawan yang termulia! Apakah gerangan nama dari sutra yang baru saja Sang Bhagawan khotbahkan dan bagaimana kami harus mengamalkannya?”

“Oh, Arya Ananda, dengarkanlah dan perhatikanlah baik-baik, dharma penting ini di namakan sebagai ‘Pemusnah Karma dan Rintangan Buruk’ atau dinamakan pula ‘Mantra Ampuh Pemusnah Karma Buruk’ atau dinamakan pula ‘Obat Osadhi Amrta Mujarab Penyembuh Penyakit dan Klesa’ atau dinamakan pula ‘Bhaisajyaraja Saha Bhaisajyasamudgata bodhisattva Dhyana Sutra”.

“Oh, Arya Ananda, setelah aku ber-parinirvana nanti, jika ada bhiksu atau bhiksuni berkesempatan baik dapat mengenal sutra ini lalu bertekad untuk mempelajari dan mempraktekkannya maka hanya dalam waktu sekejap saja karma buruk mereka dari Empat Prajika (dosa karena membunuh, mencuri, berzinah, dan berdusta) akan terhapus secara total. Juga jika terdapat upasaka atau upasika yang juga berkesempatan baik dapat mengenal sutra ini lalu bertekad dan bersungguh-sungguh untuk secara rajin dan tekun mempelajari dan mempraktekkannya maka hanya dalam waktu sekejap pula, karma buruk mereka akibat melanggar Panca-sila atau Attanga-Sila akan terhapuskan secara total. Demikian pula bagi Raja, Pejabat Raja, para Kasta Ksatriya, Grhapati (sesepuh), Vesa (pedagang), ataupun Sudra ( petani), serta umat lainnya, karma buruk mereka akibat Lima Perbuatan Durhaka (Pancanantraya), Sepuluh Perbuatan Jahat ( Dasa Akusala Karma Patha), juga akan terhapuskan jika mereka berkesempatan mengenal sutra ini, mempelajari dan mempraktekkannya”.

“Oh, Arya Ananda, kemunculan Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodhisattva BHaisajyasamudgata ke dunia Jambudvipa ini dapat dikatakan sebagai Obat Osadhi yang diberikan untuk mengobati para umat yang ada di alam dan kehidupan ini”.


Usai mengkhotbahkan dharma agung ini Sang Buddha kembali masuk ke dalam samadhinya yang tenang da dalam. Sang Grhapati Putra Ratnakuta, Arya Ananda dan para hadirin merasa sangat gembira telah memperoleh dharma agung ini. Sekitar 5.000 orang sesepuh mencapai tingkatan Anutpatika Dharma Ksanti, sekitar 10.000 bodhisattva mencapai tingkatan Surangama Samdhi Nirdesa, 500 bhiksu murid dari Sang Sariputra tersucikan lahir batinnya dan mencapai tingkat arahat, dan para Dewa dari Delapan Kelompok Dewa berhasil membangkitkan bodhicitta mereka setelah mereka semua mendengar dharma ini. Kemudian para hadirin pun bersujud dengan khidmat kepada Sang Buddha lalu pergi meninggalkan pesamuan dharma ini.















































































































































































































































YM Gue

Pengikut